Penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) di setiap sekolah setingkat
SD, SMP dan SMA, akan membuat guru semakin pintar, karena mereka dituntut harus
mampu merencanakan sendiri materi pelajarannya untuk mencapai kompetensi yang
telah ditetapkan.
Kurikulum yang selama ini dibuat dari pusat, menyebabkan kreativitas guru
kurang terpupuk, tetapi dengan KTSP, kreativitas guru bisa berkembang.
Demikian pendapat dari pakar kurikulum, Dr Karnadi dari Universitas Negeri
Jakarta (UNJ) dan Prof Dr Ansyar dari Universitas Negeri Padang (UNP). Pendapat
kedua pakar itu dilontarkan berkaitan dengan munculnya KTSP 2006 sebagai
pengganti kurikulum berbasis kompetensi (KBK) 2004.
Karnadi yang ditemui Pembaruan di Jakarta,mengatakan,dengan semangat otonomi dan desentralisasi, KTSP memberi keleluasaan sekolah
untuk mengembangkan kurikulum sendiri. KTSP sebenarnya positif, sebab sekolah
diberikan otonomi untuk berdiskusi terkait dengan standar kompetensi yang
dikembangkan.

Hanya saja, sebagian besar guru belum terbiasa untuk mengembangkan
model-model kurikulum. Selama ini mereka diperintah untuk melaksanakan kewajiban
yang sudah baku, yakni kurikulum yang dibuat dari pusat.
Karnadi menambahkan, implementasi KTSP sebenarnya membutuhkan penciptaan
iklim pendidikan yang memungkinkan tumbuhnya semangat intelektual dan ilmiah
bagi setiap guru, mulai dari rumah, di sekolah, maupun di masyarakat. Hal ini
berkaitan adanya pergeseran peran guru yang semula lebih sebagai instruktur dan
kini menjadi fasilitator pembelajaran.
"Guru dapat melakukan upaya-upaya kreatif serta inovatif dalam bentuk
penelitian tindakan terhadap berbagai teknik atau model pengelolaan pembelajaran
yang mampu menghasilkan lulusan yang kompeten," tuturnya.
Beban Bertambah.
Karnadi mengakui, penerapan KTSP tersebut berimplikasi pada bertambahnya
beban bagi guru. Penerapan KTSP mengandaikan guru bisa membuat kurikulum untuk
tiap mata pelajaran, padahal, selama ini guru sudah terbiasa mengikuti kurikulum
yang ditetapkan pemerintah.
''Belum lagi mengingat kualitas guru yang kurang merata di setiap daerah.
"Ini artinya, KTSP menghadapi kendala daya kreativitas dan beragamnya kapasitas
guru untuk membuat sendiri kurikulum," katanya.
Dikatakan Karnadi, pemberdayaan guru belum dilakukan sepenuhnya oleh
pemerintah daerah (pemda). Misalnya, pemda belum melakukan evaluasi pendidikan
yang baik dan benar, termasuk evaluasi guru. "Ini yang kerap terjadi, sehingga
penerapan KTSP pun bisa melambat. Karena itu, pemda sebaiknya agresif dalam
melakukan percepatan penerapan KTSP," katanya.
Namun, menurut Prof Ansyar seperti dilansir Antara, Minggu (28/1),
pemberdayaan guru dalam KTSP ini akan lebih baik, karena guru harus memikirkan
perencanaan penyampaian materinya, setelah selama ini hanya mengajar sesuai
kurikulum yang diturunkan pusat. Menurutnya, penerapan KTSP memberikan peluang
bagi setiap sekolah untuk menyusun kurikulumnya sendiri, dan untuk itu tiap guru
yang akan mengajar di kelas dituntut memiliki kemampuan menyusun kurikulum yang
tepat bagi peserta didiknya.
KTSP yang dibuat sekolah itu, kata dia, harus tetap mengacu pada Badan
Standar Nasional Pendidikan (BNSP), dan disusun sebagai kurikulum operasional
sekolah berdasarkan standar isi dan kompetensi lulusan yang dikembangkan dengan
prinsip diversivikasi. Kurikulum harus disesuaikan dengan satuan pendidikan,
potensi daerah, dan peserta didik.
"Meski sekolah memiliki kewenangan luas, acuan tetap pada BSNP sesuai standar
isi dan kompetensi lulusan," katanya.
Lebih lanjut dijelaskannya, KTSP merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 2004,
yang sebelumnya masih disusun pemerintah pusat, dan sekolah tinggal
menggunakannya. Dalam KTSP, sekolah memiliki kewenangan menentukan muatan lokal,
yang dapat dijadikan satu keunggulan sekolah itu sendiri.
Tetapi, untuk mengoptimalkan pemberdayaan guru dalam menyusun kurikulum
tersebut, harus didukung sejumlah sarana dan fasilitas seperti ketersediaan buku
teks yang beragam.
http://www.duniaguru.com - Portal Duniaguru Powered by Mambo Generated: 1 November, 2007, 01:26

"Setiap guru butuh banyak pengetahuan untuk penyempurnaan kurikulum yang
disusunya, dan memerlukan banyak sumber seperti buku, dan internet," katanya.
Kontekstual
Karnadi juga menjelaskan, sebetulnya, keluarnya Peraturan Mendiknas Nomor
22, 23, dan 24 Tahun 2006 mengenai KTSP atau Kurikulum 2006 ini tidak hanya
menyempurnakan kurikulum sebelumnya, namun memberikan peluang yang
sebesar-besarnya kepada daerah untuk mengembangkan pendidikan yang kontekstual.
"Sebagai pembaruan kurikulum, KTSP coba memberi ruang lebih luas bagi otonomi
sekolah. Pemerintah hanya menetapkan standar minimal kurikulum yang harus
dipenuhi, selebihnya bergantung pada masing-masing sekolah," katanya.
Sementara itu, Kepala Pusat Informasi dan Humas Bambang Wasito Adi
mengatakan, KTSP memberi hak penuh pada sekolah-sekolah untuk menentukan sendiri
kurikulumnya. Tujuannya adalah agar potensi tiap-tiap sekolah dapat menonjol,
sehingga tercipta kompetisi antarsekolah.
"Dengan KTSP ini, masing-masing sekolah bisa membuat silabus, kurikulum, dan
indikator-indikatornya sendiri," katanya.
Meski menentukan silabus sendiri, kata Bambang, namun standar kompetensi dan
isinya harus sesuai dengan yang ditetapkan pemerintah. Bambang menambahkan meski
masih dibebaskan memakai kurikulum lama, namun pada 2009 seluruh sekolah harus
sudah memakai KTSP.


Share/Save/Bookmark
0 komentar

Posting Komentar